Table header Table header
Table cell 1Table cell 2

Monday, January 21, 2008

Tsunami Acheh 1



Video di atas menunjukkan permulaan gempa 9.3 skala Richter pada pagi 26 Dis 2004yang menggegarkan peserta acara larian di Padang Kapalterbang, Banda Acheh.





Kerja mencari mayat masih diteruskan. Video pada 4 Jan 2005 menunjukkan masih banyak mayat yang belum dijumpai.



Di Indonesia, tsunami menelan lebih dari 200.000 korban jiwa. Puluhan gedung hancur oleh gempa utama dan tsunami, terutama di Meulaboh , Calang dan Banda Acheh di ujung Sumatra. Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami.
Ratusan ribu nyawa melayang. Dalam waktu sekejap mayat-mayat bergelimpangan disepanjang jalan dan dibiarkan membusuk tanpa ada yang merawatnya. Bencana ini kini tidak saja dirasakan oleh mereka yang terkena langsung, tetapi dirasakan oleh segenap masyarakat dunia.

Kerugian material yang diakibatkan bencana ini ditaksir hampir ratusan trilyun rupiah. Banyak infrastuktur jalan raya dan jambatan, komunikasi, dan infrastruktur lainnya hancur ditelan gelombang tsunami. Banda Acheh yang dulunya padat dengan rumah-rumah penduduk dan bangunan batu, kini hampir rata dengan tanah.

Perikanan Pra-tsunami 2004Sebelum bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu tunggak ekonomi tempatan di Nanggroe Aceh Darussalam, menyumbangkan 6,5 % dari Pendapatan Daerah bernilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan kecil mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2004). Tangkapan ikan merata, baik di Samudera Hindia maupun Selat Malaka.

Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 pekerjaan, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan kecil. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun demikian, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu ke laut dalam.

Kapal perikanan berskala besar kebanyakan beroperasi di Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan. Menurut Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (hook and line). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.

Perikanan Pasca-tsunami 2004Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 ton). Selain itu, 38 unit TPI rusak teruk dan 14.523 hektar tambak di 11 kabupaten/kota rusak teruk. Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 milyar.

Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan pengkalan nelayan. Kerusakan pengkalan kecil tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah dampak tsunaminya (misalnya di Aceh Selatan), Jeti –jeti yang tergenang tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali.

Total kerugian mencapai Rp 466 milyar, sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya peralatan dan infrastruktur perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan jeti menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya. Diperkirakan produksi perikanan di Aceh akan berkurangan hingga 60 persen. Proses pemulihan diperkirakan mengambil waktu paling sedikit 5 tahun.

No comments: